Jati Diri Saya
Saya Lahir sebagai anak ke dua dari pasangan Suratno dan Warsiah,S.Pd. Yang dilahirkan pada
Tanggal 6 september 1992 dan di beri nama
Wahidah Rakhmawati. Kakak pertama saya laki-laki bernama Sasmito Utomo,SE dan Adik saya yang terakhir juga laki-laki namanya Fahri Achyar. Kami bertiga dan saya sendiri anak perempuan.
Bapak Saya Bekerja di PLN Tarakan dan Ibu Saya bekerja sebagai Guru SD.
Saya berasal dari kota Tarakan,Kalimantan Utara.
Riwayat Pendidikan saya:
TK. ABA II di Tarakan
SDN. 004 di Tarakan
SMP Negeri 1 di Tarakan
SMA HANG TUAH di Tarakan
Saya sempat kuliah di salah satu PTN di tarakan dengan Fakultas Ekonomi Pembangunan dan berjalan 2 tahun, lalu saya pindah kuliah di Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda sampai sekarang status saya masih mahasiswa di Univ.Widya Gama Mahakam.
Terima Kasih
Wahidah Rahmawati
Minggu, 27 Oktober 2013
7 Langkah Mencuci Tangan Dengan Baik dan Benar
7 Langkah Cara Mencuci Tangan dengan Baik dan Benar
1. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir
2. Gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah
3. Digosok telapak tangan ke telapak tangan, sehingga menghasikan busa secukupnya selama 15-20 detik
4. Bilas kembali dengan air bersih
5. Tutup kran dengan siku atau tissu
6. Keringkan tangan dengan tissu / handuk kertas
7. Hindarkan menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan.
1. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir
2. Gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah
3. Digosok telapak tangan ke telapak tangan, sehingga menghasikan busa secukupnya selama 15-20 detik
4. Bilas kembali dengan air bersih
5. Tutup kran dengan siku atau tissu
6. Keringkan tangan dengan tissu / handuk kertas
7. Hindarkan menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan.
Pentingnya Komunikasi dibidang Kesehatan
MENGAPA
KOMKES DIPERLUKAN DI BIDANG KESEHATAN
Pengertian
1. Komunikasi
Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari bahasa Latin ‘communicatus’
yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi
menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan.
Menurut Effendi (1995) komunikasi itu sendiri bisa diartikan sebagai
suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberikan atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik secara
langsung (lisan) maupun tak langsung
Komunikasi
adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus
(biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk
perilaku orang lain (khalayak). (Hovland, Janis dan Kelley : 1953)
Komunikasi
adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain
melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka
dan lain-lain. (Barelson dan Steiner, 1964).
2.Kesehatan
Kata
dasarnya adalah sehat, yang berarti baik itu sehat jasmani maupun rohani. Jadi,
Kesehatan adalah salah satu konsep yang sering digunakan namun sukar untuk
dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefinisikan
kesehatan, kesakitan dan penyakit (Gochman,1988; De Clercq,1993). Setidaknya
definisi kesehatan harus mengandung paling tidak komponen : biomedis,personal
dan sosiokultural.
keadaan
(status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani), dan sosial, dan bukan hanya
suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Definisi tersebut tidak hanya meliputi tindakan
yang dapat secara langsung diamati dan jelas tetapi juga kejadian mental dan
keadaan perasaan yang diteliti dan diukur secara tidak langsung.
3.Komunikasi Kesehatan
Setelah tahu pengertian komunikasi
dan kesehatan, apa itu Komunikasi Kesehatan ?
Proses
penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu
kepada komunikan dengan tujuan untuk mendorong perilaku manusia tercapainya
kesejahteraan sebagai kekuatan yang mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh
secara fisik, mental (rohani), dan sosial.
Jadi, komunikasi Kesehatan
adalah proses penyampaian informasi tentang kesehatan.
4.Kharakteristik Komunikasi
Komunikasi
adalah suatu proses artinya komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau
peristiwa yang terjadi secara berurutan- serta berkaitan satu sama lainnya
dalam kurun waktu tertentu. Sebagai proses komunikasi tidak ‘statis’ tapi
‘dinamis’ dalam arti akan mengalami perubahan secara terus menerus.
Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan.
Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para
pelaku yang terlibat.
Komunikasi bersifat simbolis.
komunikasi bersifat transaksional.
Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang.
Komponen Komunikasi Kesehatan
Komunikator adalah orang atau lembaga
yang menyampaikan pesan, misalnya berisikan himbauan untuk melakukan 3M dalam
mencegah dan memberantas penyebaran dan perkembangan nyamuk aedes agyphti yang
menyebabkan penyakit DBD.
Pesan adalah pernyataan yang
didukung oleh lambang yang mempunyai arti, contohnya bias berupa slogan tentang
hidup sehat dan lain-lain.
Komunikan adalah orang yang menerima
pesan. Komunikan bias berupa manyarakat maupun lembaga tertentu yang
bertanggung jawab atas peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Media adalah sarana atau saluran yang mendukung proses penyampaian pesan. Media
dimaksud bias berupa media cetak maupun elektronik yang dahulu biasa dilakukan
dengan kegiatan penyuluhan.
Efek adalah dampak atau akibat
yang ditimbulkan oleh pesan . efek atau dampak ialah nilai ketercapaian kita
dalam penyanpaian pesan. Nilai baik maupun sebaliknya tergantung cara kita
dalam menyampaikan pesan tersebut.
Landasan Komunikasi Kesehatan
Dalam
Undang-undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 63 dijelaskan perlunya
pengembangan Sistem Informasi Kesehatan yang mantap agar dapat menunjang
sepenuhnya pelaksanaan manajemen dan upaya kesehatan dengan
menggunakan teknologi dari yang sederhana hingga yang mutakhir disemua tingkat
administrasi kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan dikembangkan terutama untuk
mendukung manajemen kesehatan. Pendekatan sentralistis di waktu lampau
menyebabkan tidak berkembangnya manajemen kesehatan di unit-unit kesehatan dan
di Daerah. Manajemen memang akan berkembang dengan baik pada saat suatu unit
atau Daerah diberi kewenangan untuk mengurus dirinya sendiri (otonom).
Dengan kurang jelasnya
manajemen kesehatan diwaktu lampau, maka kebutuhan informasi dan datanya pun
menjadi tidak jelas pula.
Oleh karena
itu, tahun 2001 yang merupakan awal pelaksanaan Otonomi Daerah dapat dianggap
sebagai momentum yang tepat untuk mulai mengembangkan kembali Sistem Informasi
Kesehatan. Mendukung hal tersebut maka pada tahun tersebut di terbitkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 551/Menkes/SK/V/2002 tentang Kebijakan dan
Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). Seiring
dengan pesatnya perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT)
maka pada tahun 2003 dikeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2003
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengem-bangan egovernment. Kemudian
dijabarkan lagi melalui
Surat Keputusan Menteri
Informasi & Komunikasi nomor 56/KEP/M.KOMINFO/12/2003 tentang Panduan
Manajemen Sist Dokumen Elektronik (versi 1.0) dan Surat Keputusan Kepala Badan
Administrasi Negara Nomor 239/IX/6/8/ 2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
.
6. Fungsi Komunikasi
Komunikasi merupakan hal
terpenting dalam kehidupan. Komunikasi dibuat untuk menyebarluaskan pesan
kepada publik, mempengaruhi khalayak dan menggambarkan kebudayaan pada
masyarakat. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang
kuat di masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan berinteraksi yang bersifat
antarpribadi, dipenuhi melalui kegiatan komunikasi interpersonal atau
antarpribadi. Sedangkan kebutuhan untuk berkomunikasi secara publik dengan
orang banyak, dipenuhi melalui aktivitas komunikasi massa.
Dengan
demikian komunikasi menjadi unsur penting dalam berlangsungnya kehidupan suatu
masyarakat. Selain merupakan kebutuhan, aktivitas komunikasi sekaligus
merupakan unsur pembentuk suatu masyarakat. Sebab tidak mungkin manusia hidup
di suatu lingkungan tanpa berkomunikasi satu sama lain.
Komunikasi
massa adalah proses penyampaian informasi kepada khalayak massa dengan
menggunakan saluran-saluran media massa. Jadi komunikasi massa tidak sama
dengan media massa. Media massa hanyalah salah satu faktor yang membentuk
proses komunikasi massa tersebut, yaitu sebagai alat atau saluran.
Iklan merupakan berita pesanan untuk mendorong, membujuk orang agar tertarik pada barang yang ditawarkan. Secara garis besar iklan dibagi menjadi dua, yang pertama iklan komersil yaitu iklan yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran suatu produk dan jasa. Yang kedua iklan non komersil yaitu bagian dari kampanye sosial dengan tujuan mengajak, menghimbau atau menyampaikan gagasan demi kepentingan umum. Iklan non komersil lebih dikenal dengan iklan layanan masyarakat.
Iklan merupakan berita pesanan untuk mendorong, membujuk orang agar tertarik pada barang yang ditawarkan. Secara garis besar iklan dibagi menjadi dua, yang pertama iklan komersil yaitu iklan yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran suatu produk dan jasa. Yang kedua iklan non komersil yaitu bagian dari kampanye sosial dengan tujuan mengajak, menghimbau atau menyampaikan gagasan demi kepentingan umum. Iklan non komersil lebih dikenal dengan iklan layanan masyarakat.
Mengapa Komunikasi Kesehatan Diperlukan di Bidang Kesehatan
Komunikasi
Kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20 tahun
terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama atau
pengontribusi dalam pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus dalam Healthy
People 2010. Apabila digunakan secara tepat, komunikasi kesehatan dapat
mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan dan norma sosial yang
kesemuanya berperan sebagai precursor dapa perubahan prilaku. Komunikasi
kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi prilaku karena didasarkan pada
psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk
mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan
–pencegahan.
Karya awal
yang mempengaruhi perkembangan komunikasi kesehatan di susun oleh National
Cancer Institute (NCI) dan diberi judul Making Health Communication Programs
Work: A Planner’s Guide. Panduann ini menyatakan bahwa bidang ilmu seperti
pendidikan kesehatan, pemasaran sosial, dan komunikasi massa secara bersama
mendefinisikan komunikai kesehatan. Bukan hal luar biasa apabila mendengar
peryataan bahwa komunikasi kesehatan bahkan merupakan nama yang lebih baik
untuk profesi daripada promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan bahwa segala
sesuatu yang dilakukan dalam promosi kesehatan melibatkan komunikasi untuk
kesehatan. Kenyataannya, komunikasu kesehatan telah didefinisikan secara luas oleh
Everett Rogers, seorang pelopor dalam bidang komunikasi, sebagai segala jenis
komunikasi manusia yang berhubungan dengan kesehatan.
Komunikasi
kesehatan juga dapat mencerminkan bagaimana persoalan kesehatan diterima oleh
audiens tertentu. Contoh, NCI mendefinisikan komunikasi kesehatan sebagai seni
dan teknik menyampaikan informasi, mempengaruhi, dan memotivasi individu,
institusi, dan audiens public tentang pentingnya persoalan kesehatan. The
Centers of Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan komunikasi
kesehatan sebagai suatu ilmu dan sebagai penggunaan strategi komunikasi untuk
menyampaikan informasi dan mempengaruhi keputusan individu dan masyarakat yang
dapat meningkatkan kesehatan. Walau begitu, masih ada orang yang membicarakan
konsep tersebut dengan menekankan berbagai bentuk aplikasinya , termasuk
advokasi media, komunikasi resiko, pendidikan hiburan, materi cetak, dan
komunikasi interaktif.
Ada dua
perspektif utama yang diambil ketika mempertimbangkan komunikasi kesehatan
dalam praktik promosi kesehatan saat ini. Beberapa praktisi memandang
komunikasi massa sebagai proses menyeluruh yang membingkai penerapan intervensi
promosi kesehatan. Praktisi ini memandang komunikasi kesehatan sebagai strategi
atau aktifitas sempit seperti publikasi informasi atau sejenis komunikasi.
Antar personal yang mungkin berlangsung antara pendidik kesehatan dan kliennya.
Kedua pemikiran itu menyebabkan komunikasi kesehatan rentan terhadap penafsiran
yang luas dan kesalahpahaman.
Jadi,komunikasi
kesehatan diperlukan di bidang kesehatan karena komunikasi dalam kesehatan
merupakan kunci pencapaian peningkatan tarap atau tingkat kesehatan masyarakat.
Sejauh ini komunikasi senantiasa berkembang seiring berkembangnya dunia
teknologi komunikasi. komunikasi yang dulunya biasa dilakukan dengan penyuluhan
yang secara langsung berhadapan dengan masyarakat dan dilakukan dengan media
audio/radio sekarang lebih popular dengan penyampaian pesan atau informasi
kesehatan melalui media internet maupun media cetak dan elektronik. Tidak hanya
bernilai praktis namun mempunyai nilai ekonomis dan tampilannya lebih menarik.
Media yang berkembang tersebut sangat membantu dalam ketercapaian komunikasi
kesehatan karena tercapai atau tidaknya komunikasi kesehatan lebih dikarenakan
penggunaan media informasi yang tepat, pesan yang sistematis dan mudah
dimengerti.
2
HEALTH BELIEF MODEL THEORY
(TEORI MODEL
KEPERCAYAAN KESEHATAN)
Model Kepercayaan adalah suatu
bentuk penjabaran dari model sosio psikologis. Munculnya model ini didasarkan
pada kenyataan bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau
masyarakat. Untuk menerima usaha sama dengan pencegahan dan penyembuhan
penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan
teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit atau preventif behavior,
yang oleh Becker tahun 1974 mengembangkan dari teori lapangan (field theory)
oleh Lewin tahun 1954 menjadi model kepercayaan kesehatan/ health belief model.
Health
Belief Model (HBM) menjadi salah satu kerangka konseptual yang digunakan secara
luas di dalam perilaku kesehatan selama 5 dasawarsa. HBM digunakan untuk
menjelaskan perubahan dan pemeliharaan dari perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan, serta sebagai sebuah kerangka pedoman dari intervensi perilaku
kesehatan. HBM menggambarkan, membandingkan, dan menganalisa dengan menggunakan
sebuah aturan yang luas dari beraneka ragam teknik analitik. Lebih dari 2
dasawarsa yang lalu, lebih banyak penelitian yang melakukan penetapan ukuran
dari kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan dan
hubungan antara kepercayaan-kepercayaan ini.
Tinjauan
dini dari penelitian HBM menemukan tersedianya konteks sejarah untuk cabang ini
(Becker, 1974 ; Janz & Becker, 1984). HBM baru saja melanjutkan penelitian
untuk menegaskan kepercayaan individu yang bersangkutan terhadap kondisi
kesehatan, lalu menempatkannya di berbagai ragam analisis & memeriksa
kualitas dari prediktifnya.
HBM mulai
berkembang pada tahun 1950 oleh sebuah kelompok ahli ilmu jiwa sosial di US.
Pelayanan kesehatan masyarakat menjelaskan kegagalan yang tersebar luas dari
keikutsertaan individu dalam program untuk pencegahan dan pendeteksian penyakit
(Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974). Kemudian model ini menyampaikan
tentang respon orang untuk berbagai gejala (Kirscht, 1974) dan tingkah laku
mereka sebagai respons untuk mendiagnosa penyakit, dengan factor-faktor yang
adheren untuk aturan hidup dalam kedokteran (Becker, 1974). Pada umumnya,
sekarang timbul kepercayaan/ keyakinan bahwa orang lebih memilih tindakan
pencegahan, perlindungan atau untuk mengontrol keadaan sakit dan sehat
KUNCI KONSEP & DEFINISIRI HEALTH BELIEF MODEL
KONSEP
|
DEFINISI
|
Merasa
Rentan
(Perceived
susceptibility)
|
Kepercayaan
seseorang mengenai kesempatan untuk mengkondisikan sesuatu
|
Merasa
Berat
(Perceived
severity)
|
Kepercayaan
seseorang tentang bagaimana seriusnya suatu kondisi dan bagaimana akibat dari
kondisi itu
|
Merasakan
Manfaat
(Perceived
benefits)
|
Kepercayaan
seseorang tentang kemanjuran/ keampuhan dari nasehat, untuk mengurangi resiko
atau dampak yang serius
|
Merasakan
Rintangan
(Perceived
barriers)
|
Kepercayaan
seseorang tentang kenyataan & harga kejiwaan dari tindakan menasehati
|
Pedoman
Tindakan
(Cues to
action)
|
Strategi-strategi
untuk memacu “keadaan siap” seseorang
|
Keampuhan
diri sendiri
(Self-efficacy)
|
Kepercayaan
seseorang terhadap kemampuan- nya untuk mengambil tindakan
|
KOMPONEN-KOMPONEN & HUBUNGAN DARI HBM
COMMUNICATION/ PERSUASION MODEL
Berdasarkan
Oxford English Dictionary, communication berasal dari bahasa Latin. Sekarang
kita memberikan definisi communication sebagai hasil dan pertukaran informasi
dan bisa diartikan dengan menggunakan lambang/ isyarat dan dengan menggunakan
symbol (Gerbner, 1985). Ianya meliputi proses encoding, transmisi, decoding,
dan pembentukan informasi sekaligus artinya.
Karena yang menjadi pusat dari communication adalah
hubungan antara tiap individu, maka banyak tuntutan studi seperti empiris,
kritikal, dan diwujudkan dalam praktek, termasuk kesehatan masyarakat.
Perwujudan communication perspective dengan menggunakan fakta-fakta
mempengaruhi kesehatan masyarakat.
PILIHAN TEORI KOMUNIKASI DAN TINGKATAN ANALISISNYA
THEORY OF REASONED ACTION
Theory of
Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967, teori ini
lebih memperhatikan hubungan antara kepercayaan yang berhubungan dengan
perilaku & norma, sikap, tujuan, dan perilaku. Pada tahun 1967, TRA
mengalami perkembangan (oleh Fishbein) yaitu sebuah usaha untuk mengerti/
memahami hubungan antara sikap dan perilaku. Banyak studi sebelumnya dari
hubungan ini yang menemukan secara relative korespondensi yang rendah diantara
sikap-sikap dan perilaku, serta beberapa teori yang bertujuan menghapuskan
sikap sebagai sebuah factor yang mendasari perilaku (Fishbein, 1993; Abelson,
1972; Wicker, 1969).
Theory of
Reasoned Action mengambil sebuah rangkaian sebab musabab yang menghubungkan
kepercayaan yang berhubungan dengan perilaku dan keyakinan norma untuk tujuan
yang berhubungan dengan perilaku dan tingkah laku, melalui sikap dan norma
subjektif. Ukuran dari komponen model dan hubungan sebab musabab diantara
komponen yang ditentukan dengan jelas (Ajzen dan Fishbein, 1980). Semua tipe
ukuran menggunakan 5 atau 7 titik skala.
THEORY OF
REASONED ACTION & THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB)
TRANSTHEORETICAL MODEL
Transtheoretical
Model (TTM) menggunakan tingkatan dari perubahan untuk proses integrative dan
prinsipel dari perubahan across major theories dari intervensi; karena itulah
teori ini diberi nama transtheoritical. Model ini timbul dari analisis
komperatif leading theories psikoterapi dan perubahan perilaku. Tujuannya
adalah untuk mencapai integrasi secara teratur dari sebuah lapangan yang
memecahnya menjadi lebih dari 300 teori psikoterapi (Prochaska,1979). Setiap
tahap perkembangan, analisis komperatif mengidentifikasi 10 proses dari
perubahan.
Mereka
menaksir bahwa frekuensi setiap kelompok digunakan di setiap proses dalam
analisis empirical dari perbandingan perubahan diri seorang perokok dalam
laporan professional (DiClemente dan Prochaska, 1982). Penelitian partisipan
menuturkan bahwa mereka menggunakan proses perbedaan waktu dalam perjuangan
mereka dalam merokok.
KONSEP DARI TRANSTHEORETICAL MODEL
PRECEDE/ PROCEED MODEL
Adopsi dari
sebuah tindakan pencegahan baru atau penghentian dari sebuah perilaku berbahaya
memerlukan tindakan yang sengaja tenang dan berhati-hati. Precaution Adoption
Model lebih suka mempergunakan tipe ini untuk bertindak dibandingkan
perkembangan yang berangsur-angsur dari pola kebiasaan perilaku, contohnya
latihan (exercise) dan diet. Ianya juga menggunakan penjelasan mengapa
dan bagaimana seseorang membuat perubahan sengaja tenang dan berhati-hati (deliberate)
di dalam pola kebiasaan mereka.
Tujuan dari
model ini adalah untuk menjelaskan bagaimana seseorang dapat memutuskan untuk
mengambil tindakan, dan bagaimana seseorang menterjemahkan keputusan menjadi
tindakan. Meskipun beberapa aspek dari teori ini didiskusikan pada tahun 1988
(Weinstein, 1988), formulasi saat ini di publikasikan pada tahun 1992
(Weinstein dan Sandman, 1992). Dalam model ini dikenal ada 7 tingkatan
sepanjang jalur mulai dari kekurangan kesadaran sampai dengan tindakan. Dalam
beberapa poin inisial, orang tidak sadar dengan persoalan kesehatan (tingkatan
1). Ketika mereka pertama kali mempelajari tentang isu-isu itu, mereka tidak
menyadari secara jangka panjang, tetapi tidak terikat dengan isu-isu tersebuts
(tingkatan 2). Orang yang meraih ketegasan akan membuat tingkatan (tingkatan 3)
menjadi perjanjian melalui persoalan dan mempertimbangkan tanggapan mereka.
Ketegasan ini membuat proses dapat menghasilkan 1 dari 2 hasil. Jika suatu
keputusan tidak mengakibatkan tindakan, maka adopsi tindakan pencegahan
mengakhiri proses (tingkatan 4), tingkatan selanjutnya untuk memulai perilaku
(tingkatan 6). Pada tingkatan 7, jika relevant, ini merupakan indikaasi bahwa
perilaku dapat dipelihara dalam waktu yang lebih (tingkatan 7).
DIFFUSION OF INNOVATION MODEL
Meskipun
upaya yang sungguh-sungguh dan berbagai sumber dicurahkan untuk mengembangkan
dan menguji intervensi perilaku kesehatan, sedikit perhatian biasanya
memberikan metode pengembangan yang efektif untuk difusi penyebarannya. Difusi
dapat memaksimalkan pembukaan dan meraih intervensi yang baik, jadi
meningkatkan pengaruh yang kuat di kesehatan masyarakat. Cabang provider ini
merupakan sebuah konseptual kerangka kerja untuk memahami proses difusi dan
jenis tingkatan, sebuah peninjauan luar dari kunci metodologi dan isu
penelitian, serta beberapa aplikasi dari Teori Difusi untuk mengembangkan dan
mengimplementasi inovasi perubahan perilaku kesehatan.
Edisi
terakhir dari edisi buku “Diffusion of Innovations”, catatan Roger di
topik literature difusi, luas dan sangat banyak, hampir menekankan 4 ribu
publikasi pada tempat subjek dari penelitian agricultural untuk penelitian
kontraseptif, produk consumer, dan ilmu pasti modern di sekolah serta promosi
kesehatan (Rogers, 1995). Walaupun demikian, banyak inovasi perubahan perilaku
kesehatan gagal diakhir, karena “batasan frekuensi yang telah hilang antara inovasi
dan akhir pengembangan serta merencanakan awal difusi” (Orlandi, Landers,
Weston, dan Haley, 1990). Asumsi ini timbul setelah terjadinya pengembangan
inovasi, dan menunjukkan keampuhan serta keefektifitasan, adopsinya tersebar
luas dan ditemukan dengan otomatis. Bagaimanapun, bayak fakta-fakta bahwa
pengguna daftar percobaan inisial dalam implementasi tidak khusus mengarahkan
penggunaan substansi dari sebuah program pendidikan kesehatan yang efektif,
cepat mengerti dan melebihi pengguna lainnya ini adalah tipe dari orang miskin
Roger (1983)
menegaskan bahwa inovasi adalah “sebuah ide, praktek atau objek yang baru dari
seorang individu atau unit lain dari adopsi.” Difusi didefinisikan sebagai “
proses dari sebuah inovasi yang disampaikan melalui saluran yang pasti
melebihi waktu diantara anggota-anggota dari sebuah sistem sosial,” dengan
maksud memaksimalkan pembukaan dan meraih berbagai inovasi, strategi, atau
program (Rogers, 1983). Proses ini adalah tipe difusi yang meliputi 5
tingkatan: pengembangan inovasi, diskriminasi, adopsi, implementasi, dan
pemeliharaan.
TINGKATAN
DARI DIFFUSION OF INNOVATIONS DALAM ORGANISASI
TINGKATAN
|
GAMBARAN
|
Agenda
Setting
|
Agenda
adalah pemicu dari (1) menerima masalah organisasi dan memprioritaskannya
untuk dicari solusi atau (2) kesadaran akan eksistensi dari sebuah inovasi
yang pasti
|
Matching
|
Sebuah
inovasi adalah pilihan untuk mencocokkan sebuah pokok persoalan atau masalah
dan mencoba keluar dari organisasi
|
Redefining
atau restructuring
|
Membentuk
organisasi yang memiliki inovasis sebagai objektif dan struktur
|
Clarifying
|
Menyusun
antara organisasi dan inofasi
|
Routinizing
|
Inovasi
termasuk dalam kebiasaan organisasi
|
SOCIAL LEARNING THEORY
Teori ini
bertujuan sekaligus sebagai ilmu dinamika psychososial didalam melancarkan
perilaku kesehatan dan sebagai metode untuk mempromosikan perubahan yang
berhubungan dengan perilaku. Dalam teori ini, perilaku manusia merupakan
penjelasan terminology dari sebuah tritunggal, ilmu dinamika, dan model timbal
balik dalam perilaku, faktor personal, serta pengaruh dari likngkungan.
Diantara semuanya, faktor personal sangat penting karena ia merupakan kemampuan
dari setiap individu untuk melambangkan perilaku, untuk mengharapkan hasil dari
perilaku, untuk belajar dari berbagai pengamatan, untuk memiliki kepercayaan
dalam menunjukkan sebuah perilaku, untuk menentukan diri sendiri atau untuk
mengatur prilaku diri sendiri, dan untuk reflex serta menganalisa pengalaman
(Bandura, 1997).
Pendidik
kesehatan dan para ahli ilmu perilaku dengan kreatif menggunakan teori ini
untuk mengembangkan intervensi, prosedur, atau tekhnik yang dapat mempengaruhi
pokok variable-variabel kognitif, dengan demikian hal ini meningkatkan kemungkinan
terjadinya perubahan perilaku. Cabang provider ini adalah sebuah sejarah
singkat dari perkembangan Social Cognitive Theory, yang meliputi sebuah
gambaran dari berbagai konsep kunci, dan menganalisis dua contoh baru dari
bagaimana teori ini digunakan untuk mendesign program pendidikan dalam
kesehatan.
3
PERILAKU KESEHATAN
Menurut
batasan perilaku dari Skiner, maka yang dimaksud dengan perilaku kesehatan
adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesahatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, prilaku kesehatan
dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Perilaku pemeliharaan
kesehatan ( health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. Oleh
karena itu, perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek yaitu:
a.
Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit
bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari penyakit.
b.
Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang
dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat
dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya
mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
c.
Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan
minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi
sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada
perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
2. Perilaku pencarian
dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut
perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar
negeri.
3. Perilaku kesehatan
lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola
lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau
masyarakat. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat
pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku
kesehatan ini.
a.
Perilaku hidup sehat
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
Perilaku ini mencakup antara lain:
1)
Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang disini
dalam arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan
kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak
kurang, tetapi tidak juga lebih). Secara kualitas mungkin di Indonesia dikenal
dengan ungkapan 4 sehat 5 sempurna.
2)
Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan), dan kuantitas dalam arti
frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan sendirinya kedua
aspek ini akan tergantung dari usia, dan status kesehatan yang bersangkutan.
3)
Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai macam
penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di Indonesia, seolah-olah
sudah membudaya. Hampir 50% penduduk Indonesia usia dewasa merokok. Bahkan dari
hasil suatu penelitian, sekitar 15% remaja kita telah merokok. Inilah tantangan
pendidikan kesehatan kita.
4) Tidak
minum minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan mengonsumsi narkoba
(narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya, juga cenderung meningkat). Sekitar
1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasaan minum miras
ini.
5)
Istirahat yang cukup. Dengan meningkatnya kebutuhan hidu akibat tuntutan untuk penyesuaian
dengan lingkungan modern, mengharuskan orang untuk bekerja keras dan
berlebihan, sehingga waktu istirahat berkurang. Hal ini juga dapat membahayakan
kesehatan.
6)
Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya bermacam-macam
bagi kesehatan. Lebih-lebih sebagai akibat dari tuntutan hidup yang keras
seperti diuraikan di atas. Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap
orang. Stres tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar stres tidak
menyebabkan gangguan kesehatan, kita harus dapat mengendalikan atau mengelola
stres dengan kegiatan-kegiatan yang positif.
7)
Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak
berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaiaan diri kita dengan
lingkungan, dan sebagainya.
b. Perilaku sakit
(illness behavior)
Perilaku sakit ini mencakup respons
seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan
tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
c. Perilaku peran
sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien)
mempunyai peran yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban
sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui
oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang
selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku
ini meliputi:
1) Tindakan untuk
memperoleh kesembuhan
2)
Mengenal/ mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang
layak
3)
Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan
kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan
penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter/ petugas kesehatan, tidak
menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).
Perilaku kesehatan pada dasarnya
adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan.
Batasan ini mempunyai dua unsur
pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan.
Respons atau reaksi manusia, baik
bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif
(tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini
terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan
dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu
mencakup:
- Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit,
yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui,
bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya
dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan
dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit
ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit,
yakni:
- Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan, (health promotion behavior), misalnya makan
makanan yang bergizi, olah raga, dan sebagainya.
- Perilaku pencegahan penyakit (health
prevention behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan
penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk
malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak
menularkan penyakit kepada orang lain.
- Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health
seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari
pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau
mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas,
mantra, dokter praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan
tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).
- Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan
usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.
Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka
pemulihan kesehatannya.
Perilaku terhadap sistem pelayanan
kesehatan, adalah respons seseorang terhadap system pelayanan kesehatan baik
sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut
respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan
obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan
fasilitas, petugas, dan obat-obatan.
- Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior),
yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi
kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktek
kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat
gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan dengan kebutuhan
tubuh kita.
- Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental
health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai
determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup
kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup:
- Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk
di dalmnya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan
kesehatan.
- Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor,
yang menyangkut segi-segi higien pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.
- Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah
padat maupun limbah cair. Termasuk di dalamnya system pembuangan sampah
dan air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
- Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang
meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
- Perilaku sehubungan dengan pembersihan
sarang-sarang nyamuk (vector), dan sebagainya.
Di dalam proses pembentukan dan atau
perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa factor yang berasal dari dalam
dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain: susunan
syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan, dan
sebagainya. Susunan syaraf pusat memegang peranan yang penting dalam perilaku
manusia, karena merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk
menjadi perbuatan atau tindakan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf
pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan
energi-energi di dalam impuls-impuls syaraf. Impuls-impuls syaraf pendengaran,
penglihatan, pembauan, pencecepan dan perabaab disalurkan dari tempat
terjadinya rangsangan melalui impuls-impuls syaraf ke susunan syaraf pusat.
Perubahan-perubahan perilaku dalam
diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah sebagai
pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi
yang berbeda, meskipun mengamati objek yang sama. Motivasi yang diartikan
sebagai suatu dorongan untuk bertindak mencapai suatu tujuan juga dapat
terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek
psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani,
yang pada hakikatnya merupakan factor keturunan (bawaan). Manusia dalam
mencapai kedewasaan semua aspek tersebut di atas akan berkembang sesuai dengan
hukum perkembangan.
Belajar diartikan sebagai suatu
proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan
kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku
terdahulu (sebelumnya). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku itu
dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan
lingkungannya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai
berikut:
- Perilaku kesehatan (health behavior),
yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan
untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi,
dan sebaginya.
- Perilaku sakit (illness behavior), yakni
segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang
merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa
sakit. Termasuk di sini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk
mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah
penyakit tersebut.
- Perilaku peran sakit (the sick role behavior),
yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang
sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping
berpengaruh terhadap kesehatan/ kesakitannya sendiri, juga berpengaruh
terhadap orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
Saparinah Sadli (1982) menggambarkan individu dengan
lingkungan social yang saling mempengaruhi di dalam suatu diagram sebagai
berikut:
4
INTERAKSI
PERILAKU KESEHATAN

Keterangan:
- Perilaku kesehatan individu;
sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya dengan lingkungan.
- Lingkungan keluarga;
kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai kesehatan.
- Lingkungan terbatas; tradisi,
adat istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan kesehatan.
- Lingkungan umum;
kebijakan-kebijakan pemerintah dibidang kesehatan, undang-undang
kesehatan, program-program kesehatan, dan sebagainya.
Setiap individu
sejak lahir terkait di dalm suatu kelompok, terutama kelompok keluarga. Dalam
keterkaitannya dengan kelompok ini membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan
mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap kelompok
senantiasa berlaku aturan-aturan dan norma-norma sosial tertentu, maka perilaku
tiap individu anggota kelompok berlangsung di dalam suatu jaringan normatif.
Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap masalah-masalah kesehatan.
Kosa dan
Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi
oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang
diinginkan, dan kurang berdasarkan pada pengetahuan biologi. Memang
kenyataannya demikian, tiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam
mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan berbeda, meskipun gangguan
kesehatan sama. Pada umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian
individu atau mungkin dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut.
Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan individu
menstimulasikan dimulainya suatu proses social psikologis. Proses semacam ini
menggambarkan berbagai tindakan yang dilakukan si penderita mengenai gangguan
yang dialami, dan merupakan bagian integral interaksi sosial pada umumnya.
Proses ini mengikuti suatu keteraturan tertentu yang dapat diklasifikasikan
dalam 4 bagian, yakni:
- Ada suatu penilaian dari orang
yang bersangkutan terhadap suatu gangguan atau ancaman kesehatan. Dalam
hal ini persepsi individu yang bersangkutan atau orang lain (anggota
keluarga) terhadap gangguan tersebut berperan. Selanjutnya, gangguan
dikomunikasikan kepada orang lain (anggota keluarga), dan mereka yang
diberi informasi tersebut menilai dengan criteria subjektif.
- Timbulnya kecemasan karena
adanya persepsi terhadap gangguan tersebut. Disadari bahwa setiap gangguan
kesehatan akan menimbulkan kecemasan baik bagi yang bersangkutan maupun
bagi anggota keluarga lainnya. Bahkan gangguan tersebut dikaitkan dengan
ancaman adanya kematian. Dari ancaman-ancaman ini akan menimbulkan
bermacam-macam bentuk perilaku.
- Penerapan pengetahuan orang
yang bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah
kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang dialami. Oleh karena gangguan
kesehatan terjadi secara teratur di dalam suatu kelompok tertentu, maka
setiap orang di dalam kelompok tersebut dapat menghimpun pengetahuan
tentang berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin terjadi. Dari sini
sekaligus orang menghimpun berbagai cara mengatasi gangguan kesehatan itu,
baik secara tradisional maupun secara modern. Berbagai cara penerapan
pengetahuan baik dalam menghimpun berbagai macam gangguan maupun cara-cara
mengatasinya tersebut adalah merupakan pencerminan dari berbagai bentuk
perilaku.
- Dilakukannya tindakan
manipulative untuk meniadakan atau menghilangkan kecemasan atau gangguan
tersebut. Di dalam hal ini baik orang awam maupun tenaga kesehatan
melakukan manipulasi tertentu dalam arti melakukan sesuatu untuk mengatasi
gangguan kesehatan. Dari sini lahirlah pranata-pranata kesehatan baik
tradisional maupun modern.
TEORI-TEORI
PERUBAHAN PERILAKU
Hal yang
penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan
perilaku. Karena perubahan perilaku adalah merupakan tujuan dari pendidikan atau
penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehtan yang lainnya.
Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain akan diuraikan dibawah
ini.
a.
Teori Stimulus-Organisme-Respon (S-O-R)
Teori ini
mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung
kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme.
Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya:
kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan
perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
Hosland, et
al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakikatnya adalah
sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan
proses belajar pada individu yang terdiri dari:
- Stimulus (rangsang) yang
diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus
tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif
mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila
stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan
stimulus tersebut efektif.
- Apabila stimulus telah mendapat
perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan
dilanjutkan kepada proses berikutnya.
- Setelah itu organisme mengolah
stimu;lus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi
stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
- Akhirnya dengan dukungan
fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai
efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya
teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus
(rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus
yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus
dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini faktor “reinforcement”
memegang peranan penting.
Proses
perubahan perilaku berdasarkan teori S-O-R ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
TEORI S-O-R

- b.
Teori Festinger (Dissonance Theory)
Finger
(1957) telah bayak pengaruhnya dalam psikologi social. Teori ini sebenarnya
sama dengan konsep “imbalance” (= tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa
keadaan “cognitive dissonance” adalah ketidakseimbangan psikologis yang
diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan
kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah
tidak terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut “consonance”
(keseimbangan).
Dissonance
(ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen
kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud dengan elemen kognisi adalah
pengetahuan, pendapat atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu
stimulus atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan
yang berbeda/ bertentangan di dalam diri individu sendiri, maka terjadilah
dissonance. Sherwood dan Borrou merumuskan dissonance itu sebagai berikut:
Rumus ini
menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang akan menyebabkan
perubahan perilaku terjadi disebabkan karena adanya perbedaan jumlah elemen
kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang serta
sama-sama pentingnya. Hal ini akan menimbulkan konflik pada diri individu
tersebut.
- c.
Teori Fungsi
Teori ini
berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada
keutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan
perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks
kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh
kebutuhan individu yang bersangkutan, Katz berasumsi bahwa:
- Perilaku itu memiliki fungsi
instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap
kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek
demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi
kebutuhannya maka ia akan berperilaku negative. Misalnya, orang mau
membuat jamban apabila jamban tersebut benar-benar sudah menjadi kebutuhannya.
- Perilaku dapat berfungsi
sebagai “defence mecanism” atau sebagai pertahanan diri dalam
menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan
tindakan-tindakannya manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang dating
dari luar. Misalnya, orang dapat menghindari penyakit demam berdarah,
karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
- Perilaku berfungsi sebagai
penerima objek dan memberikan arti. Dalam perannya dengan tindakannya itu
seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan
tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan
keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi.
Pengambilan keputusan yang mengakibatkantindakan-tindakan tersebut
dilakukan secara spontan dan daalam waktu yang singkat. Misalnya, bila
seseorang merasa sakit kepala, maka secara cepat, tanpa berpikir lama ia
akan bertindak untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di
warung dan meminumnya, atau dengan tindakan-tindakan lain.
- Perilaku berfungsi sebagai
nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai
ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan
dari hati sanubari. Oleh sebabitu perilaku dapat merupakan “layar”
dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya, orang yang
sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku
atau tindakannya.
Teori ini
berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar
individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan menurut
kebutuhannya. Oleh sebab itu, di dalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak
terus-menerus dan berubah secara relative.
- d.
Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin
(1970) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu keadaan yang seimbang
antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan
kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat
berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di
dalam diri seseorang.
Sehingga ada
tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni:
1.
Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya
stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahn-perubahan perilaku.
Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan
dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya: seseorang yang belum ikut KB (ada
keseimbangan antara penting anak sedikit, dengan kepercayaan bayak anak bayak
rezeki) dapat berubah perilakunya (ikut KB) kalau kekuatan pendorong yakni
pentingnya ber-KB dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usah-usaha lain.
2.
Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi adanya
stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya contoh
tersebut di atas, dengan pemberian pengertian kepada orang tersebut bahwa
banyak anak banyak rezeki, bayak adalah kepercayaan yang salah, maka kekuatan
penahan tersebut melemah, dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang
tersebut.
Kekuatan
pendorong meningkat, kekuatan pendorong menurun. Dengan keadaan semacam ini
jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Seperti pada contoh di atas juga,
penyuluhan KB yang berisikan memberikan pengertian terhadap orang tersebut
tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya kepercayaan anak bayak rezeki akan
meningkatkan kekuatan pendorong, dan sekaligus menurunkan kekuatan penahan.
Perilaku
adalah aktivitas organism atau makhluk hidup.
Perilaku
merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus.
Stimulus —-
organism — respon
Jenis respon
1. Respondent respons (Reflexive respons0
Yaitu respon yang ditimbulkan oleh stimulus tertertu yang disebut ecliting stimuli karena menimbulkan respon yang relative tetap
2. Operant respon
Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli lain (Reinforcing stimuli/reinforce)
1. Respondent respons (Reflexive respons0
Yaitu respon yang ditimbulkan oleh stimulus tertertu yang disebut ecliting stimuli karena menimbulkan respon yang relative tetap
2. Operant respon
Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli lain (Reinforcing stimuli/reinforce)
Jenis
Perilaku
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain secara jelas. Covert behavior dapat diukur : pengetahuan, sikap
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan yang dapat diamati oleh orang lain.
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain secara jelas. Covert behavior dapat diukur : pengetahuan, sikap
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan yang dapat diamati oleh orang lain.
Ilmu-ilmu
Dasar Perilaku
Perilaku terbentuk dari 2 faktor :
1. Stimulus 9eksternal)
Lingkungan fisik, sosial, budaya
2. Respons (internal)
Perhatian, pengamatan, motivasi, persepsi, intelegensi, fantasi
Respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan sehat, sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sekahat sakit
Perilaku terbentuk dari 2 faktor :
1. Stimulus 9eksternal)
Lingkungan fisik, sosial, budaya
2. Respons (internal)
Perhatian, pengamatan, motivasi, persepsi, intelegensi, fantasi
Respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan sehat, sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sekahat sakit
Perilaku
kesehatan :
1. Perilaku orang sehat
Perilaku preventif dan promotif
2. Perilaku orang sakit
Perilaku mencari pertolongan pengobatan untuk mencari kesembuhan
1. Perilaku orang sehat
Perilaku preventif dan promotif
2. Perilaku orang sakit
Perilaku mencari pertolongan pengobatan untuk mencari kesembuhan
Perilaku
sehat (Healthy behavior)
1. Makan dengan minum seimbang
2. Kegiatan fisik cukup dan teratur
3. Tidak merokok dan minum-minuman keras
4. Istirahat yang cukup
5. Pengendalian atau manajemen stress
6. Perilaku/gaya hidup positif
1. Makan dengan minum seimbang
2. Kegiatan fisik cukup dan teratur
3. Tidak merokok dan minum-minuman keras
4. Istirahat yang cukup
5. Pengendalian atau manajemen stress
6. Perilaku/gaya hidup positif
Perilaku
sakit (illness behavior)
1. Didiamkan saja (no action)
2. Pengobatan sendiri (self treatment)
3. Mencari penyembuhan/pengobatan
1. Didiamkan saja (no action)
2. Pengobatan sendiri (self treatment)
3. Mencari penyembuhan/pengobatan
Peranan (hak
dan kewajiban) orang sakit ;
1. Tindakan untuk mengenal, mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan
2. Melakukan kewajibannya sebagai pasien
3. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan proses penyembuhannya
4. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya
1. Tindakan untuk mengenal, mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan
2. Melakukan kewajibannya sebagai pasien
3. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan proses penyembuhannya
4. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya
Pengetahuan
Adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indranya
Tingkat pengetahuan :
1. Tahu (know)
2. Memahami (comperehensif)
3. Aplikasi (application)
4. Analisa 9analysisi
5. Sintesis 9synthesis0
6. Evaluasi (evaluation)
Adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indranya
Tingkat pengetahuan :
1. Tahu (know)
2. Memahami (comperehensif)
3. Aplikasi (application)
4. Analisa 9analysisi
5. Sintesis 9synthesis0
6. Evaluasi (evaluation)
Sikap
Adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi (Campbell)
Adalah kesiapan seseorang untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu 9Newcomb)
Komponen sikap :
1. Kepercayaan, keyakinan, ide, konsep trehadap objek
2. Kehidpan emosionil/evaluasi terhadap objel
3. Kecenderungan orang untuk bertindak
Tingkatan sikap :
1. Menerima (receiving)
2. Menghargai (valuing)
3. Menanggapi (responding)
4. Bertanggungjawab (responsible)
Adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi (Campbell)
Adalah kesiapan seseorang untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu 9Newcomb)
Komponen sikap :
1. Kepercayaan, keyakinan, ide, konsep trehadap objek
2. Kehidpan emosionil/evaluasi terhadap objel
3. Kecenderungan orang untuk bertindak
Tingkatan sikap :
1. Menerima (receiving)
2. Menghargai (valuing)
3. Menanggapi (responding)
4. Bertanggungjawab (responsible)
6
Langkah-langkah
dalam komunikasi kesehatan
Stages in the health communication process
1. Planning : perencanaan
2. Development : pengembangan
3. Implementation : hasil
4. Evaluation : evaluasi
Stages in the health communication process
1. Planning : perencanaan
2. Development : pengembangan
3. Implementation : hasil
4. Evaluation : evaluasi
Langkah-langkah
Precede-Proceed
Fase 1. Diagnosis sosial
Diagnosis sosial adalah proses penentuan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya atau kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk meingkatkan kualitas hidupnya melalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yang dirancang sebelumnya
Fase 2. Diagnosis epidemiologi
- Masalah kesehatan – kualitas hidup
- Efek : langsung dan tidak langsung
- Identifikasi faktor kesehatan – kualitas hidup
1. Kelompok mana yang terkena masalah kesehatan
2. Pengaruh masalah kesehatan : mprtalitas, morbiditas, disability, tanda, gejala
3. Cara menanggulangi masalah tersebut
- Prioritas masalah : tujuan program = who, howmuch, what outcome, when
Fase 3. Diagnosis perilaku dan lingkungan
- Identifikasi : masalah perilaku, lingkungan
- Masalah perilaku yang dapat dikontrol secara individu, institusi
- Indikator perilaku ;
1. Utilisasi penggunaan pelayanan kesehatan
2. Upaya pencegahan-pencegahan
3. Kepatuhan (compliance)
4. Upaya pemeliharaan kesehatan (selfcare)
- Dimensi perilaku : earliness, quality, persistence, frequency, range
- Indicator lingkungan : keadaan sosial, ekonomi, fisik, pelayanan kesehatan
Dimesi : keterjangkauan, kemampuan, perataan
Langkah-langkah diagnosis dan perilaku lingkungan :
1. Memisahkan faktor perilaku dan non perilaku penyebab masalah kesehatan
2. Mengidentifikasi perilaku yang dapat mencegah timbulnya masaah kesehatan, perawatan, dan pengobatan. Faktor lingkungan : mengeliminasi faktor yang tidak dapat dirubah = genetic dan demografis
3. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh terhadap masalah kesehatan
4. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan yang berdasarkan kemungkinan untuk dirubah
5. Tetapkan perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran program
6. Tetapkan tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai
Fase 4. Diagnosis pendidikan dan organisasional
Determinan perilaku yang mempengaruhi perilaku kesehatan
1. Faktor predisposisi : pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan, norma, nilai
2. Faktor enabling : faktor lingkungan yang memfasilitasi perilaku seseorang
3. Faktor reinforcing (pendorong)
Perilaku orang lain yang berpengaruh
Menetapkan tujuan pendidikan berdasarkan ;
1. Faktor predisposisi (tujuan pembelajaran)
2. Faktor pemungkin, penguat (tujuan organisasional : upaya pengembangan organisasi menjadi pengembangan sumber daya
Fase 5. Diagnosis Administratif kebijakan
Analisis kebijakan, sumber dayam peraturan yang berlaku yang dapat memfasilitasi atau mengambat pengembangan program promosi kesehatan
3 penilaian dalam diagnosis administrative :
1. Sumber daya yang dibutuhkan
2. Sumber daya yang ada di organisasi dan masyarakat
3. Hambatan pelaksanaan program
Penilaian dalam diagnosis kebijakan : Dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program, pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat.
Fase 1. Diagnosis sosial
Diagnosis sosial adalah proses penentuan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya atau kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk meingkatkan kualitas hidupnya melalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yang dirancang sebelumnya
Fase 2. Diagnosis epidemiologi
- Masalah kesehatan – kualitas hidup
- Efek : langsung dan tidak langsung
- Identifikasi faktor kesehatan – kualitas hidup
1. Kelompok mana yang terkena masalah kesehatan
2. Pengaruh masalah kesehatan : mprtalitas, morbiditas, disability, tanda, gejala
3. Cara menanggulangi masalah tersebut
- Prioritas masalah : tujuan program = who, howmuch, what outcome, when
Fase 3. Diagnosis perilaku dan lingkungan
- Identifikasi : masalah perilaku, lingkungan
- Masalah perilaku yang dapat dikontrol secara individu, institusi
- Indikator perilaku ;
1. Utilisasi penggunaan pelayanan kesehatan
2. Upaya pencegahan-pencegahan
3. Kepatuhan (compliance)
4. Upaya pemeliharaan kesehatan (selfcare)
- Dimensi perilaku : earliness, quality, persistence, frequency, range
- Indicator lingkungan : keadaan sosial, ekonomi, fisik, pelayanan kesehatan
Dimesi : keterjangkauan, kemampuan, perataan
Langkah-langkah diagnosis dan perilaku lingkungan :
1. Memisahkan faktor perilaku dan non perilaku penyebab masalah kesehatan
2. Mengidentifikasi perilaku yang dapat mencegah timbulnya masaah kesehatan, perawatan, dan pengobatan. Faktor lingkungan : mengeliminasi faktor yang tidak dapat dirubah = genetic dan demografis
3. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh terhadap masalah kesehatan
4. Urutkan faktor perilaku dan lingkungan yang berdasarkan kemungkinan untuk dirubah
5. Tetapkan perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran program
6. Tetapkan tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai
Fase 4. Diagnosis pendidikan dan organisasional
Determinan perilaku yang mempengaruhi perilaku kesehatan
1. Faktor predisposisi : pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan, norma, nilai
2. Faktor enabling : faktor lingkungan yang memfasilitasi perilaku seseorang
3. Faktor reinforcing (pendorong)
Perilaku orang lain yang berpengaruh
Menetapkan tujuan pendidikan berdasarkan ;
1. Faktor predisposisi (tujuan pembelajaran)
2. Faktor pemungkin, penguat (tujuan organisasional : upaya pengembangan organisasi menjadi pengembangan sumber daya
Fase 5. Diagnosis Administratif kebijakan
Analisis kebijakan, sumber dayam peraturan yang berlaku yang dapat memfasilitasi atau mengambat pengembangan program promosi kesehatan
3 penilaian dalam diagnosis administrative :
1. Sumber daya yang dibutuhkan
2. Sumber daya yang ada di organisasi dan masyarakat
3. Hambatan pelaksanaan program
Penilaian dalam diagnosis kebijakan : Dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program, pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat.
Langkah
selanjutnya dari perencanaan dengan Precede ke implementasi dan evaluasi dengan
proceed
Precede digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan individu dan masyarakat sasaran.
Proceed untuk meyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima, dan dapat dipertanggunjawabkan
Penilaian sumber daya -> keberadaan program
Perubahan organisasi -> program dapat dijangkau
Perubahan politis dan peraturan -> program dapat diterima masyarakat
Evaluasi -> program dapat dipertanggungjawabkan
Precede digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan individu dan masyarakat sasaran.
Proceed untuk meyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima, dan dapat dipertanggunjawabkan
Penilaian sumber daya -> keberadaan program
Perubahan organisasi -> program dapat dijangkau
Perubahan politis dan peraturan -> program dapat diterima masyarakat
Evaluasi -> program dapat dipertanggungjawabkan
Langganan:
Postingan (Atom)